BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lebih dari sejuta senyawa terdiri dari gabungan karbon
dengan hidrogen, oksigen, nitrogen atau beberapa unsur tertentu. Keseluruhan
senyawa tersebut merupakan bagian dari kimia organik. Unsur karbon sangat
istimewa karena memiliki kemampuan untuk mengadakan ikatan kovalen yang kuat
dengan sesamanya. Atom-atom karbon dapat membentuk rantai lurus, bercabang atau
berbentuk cincin. Kemungkinan penyusunan ikatan yang tak terbatas dengan atom
lain oleh atom karbon, menyebabkan tingginya keanekaragaman senyawa tersebut.
Aldehid merupakan salah satu dari sekian banyak contoh
kelompok senyawa yang mengandung gugus karbonil. Aldehid itu sendiri merupakan
salah satu senyawa yang mengandung gugus karbonil (-CO-) dimana satu tangan
mengikat gugus alkil dan tangan lain mengikat atom hidrogen. Struktur umum
aldehid yaitu R-CHO.
Aldehid merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam
sistem makhluk hidup. Seperti gula ribosa merupakan contoh dari aldehid. Selain
itu, aldehid juga menyumbangkan manfaat yang cukup besar dalam kehidupan. Salah
satu contohnya adalah metanal. Metanal merupakan nama lain dari formaldehida
atau dikenal dengan sebutan formalin. Larutan formaldehida 40% digunakan
sebagai antiseptik. Oleh karena itu, pentingnya diadakan percobaan ini adalah
dapat mengetahui dan memahami proses pembuatan senyawa aldehid yaitu
asetaldehid dengan mengoksidasi parsial sebuah alkohol primer dengan oksidator
K2Cr2O7 dan bantuan katalis asam, serta
dilakukan uji fehling AB dan tollens.
1.2 Tujuan
Percobaan
-
Mengetahui
volume dan karakteristik destilat yang diperoleh
-
Mengetahui
fungsi penambahan Na2CO3 pada destilat yang diperoleh
-
Mengetahui
apakah destilat yang diperoleh dari destilat adalah asetaldehid atau bukan
1.3 Prinsip
Percobaan
Prinsip percobaan ini adalah pembuatan senyawa asetaldehid
dari oksidasi parsial alkohol primer yaitu etanol dengan oksidator K2Cr2O7
dan bantuan katalis asam yaitu H2SO4. Dimana dalam proses
pemisahannya dari campuran digunakan metode destilasi pada suhu 60-70oC
hingga diperoleh destilat. Lalu destilat yang diperoleh dinetralkan dengan Na2CO3
hingga pH=7. Setelah netral destilat diuji dengan pereaksi fehling AB dan
pereaksi tollens untuk membuktikan apakah destilat yang terbentuk adalah asetaldehid atau bukan yang ditandai
adanya endapan merah bata pada pereaksi fehling AB dan endapan cermin perak
pada pereaksi tollens.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
Senyawa-senyawa karbonil mempunyai banyak kesamaan
dalam sifat dan reaksi senyawa berdasarkan kesamaan sifat kimia yang
dimilikinya. Berdasarkan gugus karbonilnya, serta perbedaan struktur antar
molekul, kita dapat mengetahui persamaan, perbedaan serta reaksi-reaksi yang
terjadi pada senyawa aldehida dan keton. (Bresnick. 2003).
Aldehida dan
keton adalah suatu senyawa yang tersusun dari unsur-unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen. Keduanya dapat diperoleh dari oksidasi alkohol, aldehida
dari alkohol primer sedangkan keton dan alkohol sekunder. Rumus struktur :
Aldehida dan keton mempunyai atom karbon yang
membentuk ikatan rangkap dua (-C=O) disebut gugus karbonil. Maka kedua senyawa
tersebut hampir memiliki sifat yang sama. (Besari. 1982)
Pada kondisi yang lemah, alkohol mungkin diubah menjadi aldehid dan keton.
Senyawa karbonil mempunyai ikatan –π
dan ikatan π yang terbentuk antara karbon dan oksigen. Sifat kimia senyawa ini
ditentukan oleh strukturnya dan oleh dipol yang terbentuk antara oksigen yang
elektronegatif dan karbon sp2 yang positif sebagian. Perlu dicatat
bahwa karbon karbonil bersifat elektrofilik sedangkan oksigen karbonil bersifat
nukleofilik.(Bresnick,2003)
Sebagian besar reaksi senyawa karbonil melibatkan
serangan nukleofilik pada karbon elektrofil gugus karbonil. Hasil serangan
nukleofilik tersebut tergantung pada jenis senyawa karbonil yang terlibat
(dengan atau tanpa gugus pergi yang baik).(Bresnick,2003)
Atom karbon karbonil merupakan hibrida sp2
sehingga struktur gugus ini berbentuk datar dengan sudut ikatan sebesar 120o.
Keadaan karbon karbonil yang elektrofilik menjelaskan bahwa bentuk resonansi
dan gugus karbonil memiliki karbon yang
bermuatan positif sehingga karbon tersebut mudah terkena serangan
nukleofilik. (Bresnick,2003)
Senyawa-senyawa karbonil memiliki titik didih yang
lebih tinggi daripada senyawa alkana bersesuaian. Perbedaan ini berhubungan
dengan adanya kuatnya interaksi dipol-dipol antar molekul pada gugus karbonil.
Keton tidak memilki ikatan hidrogen intermolekuler karena tidak adanya hidrogen
yang berikatan dengan oksigen. Dengan demikian, keton memiliki titik didih
serta titik cair yang lebih rendah
daripada alkohol bersesuaian. (Bresnick,2003)
Asam karboksilat memiliki ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen tersebut harus diputuskan terlebih dahulu untuk mencapai titik didih.
Jadi, asam karboksilat mempunyai titik didih dan titik cair yang lebih tinggi
daripada aldehida atau keton yang bersesuaian. Disamping itu, akibat interaksi dipol-dipol
yang kuat, asam karboksilat mempunyai titik didih dan titik cair yang lebih
tinggi daripada alkohol dengan panjang rantai yang sama. (Bresnick. 2003).
Tata Nama Aldehida
-
Rantai C
terpanjang yang merupakan nama alkanalnya harus mencakup atom C gugus aldehida.
-
Penomoran rantai
panjang selalu dimulai dari atom C gugus
aldehida.
Aldehida dinamakan menurut nama asam yang mempunyai jumlah atom C sama dengan
menggantikan akhiran “at” dengan “asetaldehida” atau dengan memberikan akhiran
“al” pada nama alkana yang mempunyai
jumlah atom C sama. Sebagai contoh :
Tata Nama Alkanon / Gugus Keton
-
Rantai nama
terpanjang yang merupakan nama alkanonnya harus merupakan atom C gugus
karbonil.
-
Atom C gugus
karbonil harus memiliki nomor serendah mungkin.
Keton
diberi nama menurut nama gugus-gugus alkilnya dengan menambah kata “keton” atau
memberi akhiran “on” pada alkan yang jumlah atom C nya sama.
Gugus
fungsi dalam senyawa aldehid dan keton adalah gugus karbonil, C=O. Pada
aldehida sedikitnya satu atom hidrogen terikat pada karbon dalam gugus
karbonil. Pada keton, atom karbon terikat pada dua gugs hidrokarbon dan gugus
karbonilnya. (Respati. 1986).
Aldehida
yang paling sederhana, formaldehida ( H2-C=O) mempunyai kecenderungan untuk
berpolimerisasi, yaitu setiap molekul bergabung satu sama lain untuk membentuk senyawa dengan
massa molar yang tinggi. Reaksi ini melepaskan banyak kalor dan seringkali
meledak, sehingga formaldehida biasanya dibuat dan disimpan dalam larutan air
(untuk mengurangi konsentrasi). Cairan yang baunya tidak enak ini digunakan
sebagai bahan dasar dalam industri polimer dan di laboratorium sebagai bahan
pengawet untuk contoh binatang yang menarik. Aldehida yang massa molarnya
tinggi,, seperti aldehida sinamat mempunyaibau yang menyenangkan dan digunakan
dalam pembuatan parfum.
Formaldehida,
dibuat secara besar-besaran melalui oksidasi metanol
Produksi dunia
mendekati 2 juta ton/tahun. Sekalipun berbentuk gas (td = 21oC),
formaldehida tidak dapat disimpan dalam bentuk bebasnya, karena senyawa ini
mudah berpolimerisasi. Formaldehida sering dibuat dalam larutan 37% yang
disebut formalin. Larutan ini berguna sebagai desinfektan dan pengawet. Namun
kebanyakan formaldehida dimanfaatkan dalam industri plastik formaldehida
dicurigai sebagai karsinogen, sehingga penangananya harus hati-hati.(chang,2005)
Asetaldehid
juga dibuat melalui oksidasi etanol.
Hampir setengah dari produksi tahunannya sebanyak 2 juta ton, dioksidasi
menjadi asam asetat. Sisanya digunakan untuk membuat 1-butanol dan bahan kimia
lain. (chang,2005)
Asetaldehid
mendidih mendekati suhu 20oC.
Dulu, asetaldehid dibuat melalui hidrasi asetilena, sekarang umumnya
diproduksi melalui proses Wacker, yag melibatkan oksidasi selektif pada etilena dengan katalis
paladium-tembaga.
Reaksi
oksidasi digunakan untuk membedakan aldehid dan keton. Aldehida mudah sekali
dioksidasi sedang keton tahan terhadap oksidator. Aldehida mudah dioksidasi
dengan oksidator yang sangat lemah misalnya larutan Ag-amoniakan (reaksi cermin perak) dan dengan reagen
fehling. (chang,2005)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
-
Gelas ukur
-
Hot plate
-
Neraca analitik
-
Spatula
-
Labu alas datar
-
Statif
-
klem
-
batang pengaduk
-
Magnetic stirer
-
Beaker glass
-
Selang
-
Ember
-
Pompa aquarium
-
Pipet tetes
-
Wadah gelas
-
Termometer
-
Erlenmeyer
-
Tabung reaksi
-
Kondesor bola
-
Corong penutup
-
Pendingin Liebig
-
Corong kaca
-
Heat mantle
-
Penjepit tabung
-
Panci
-
Sumbat gabus
-
Pipa CaCl2
3.1.2
Bahan-bahan
-
K2Cr2O7
-
Etanol 95%
-
H2SO4
(P)
-
Na2CO3
-
pH universal
-
fehling A + B
-
AgNO3
-
NH4OH
-
Aquadest
-
Es batu
-
Sumbat karet
-
Sumbat kaca
-
Kertas label
-
Sumbat gabus
-
Vaselin
-
Karet
-
Tisue
-
Plastik
-
Garam
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pembuatan Asetaldehid
-
Ditimbang 5gr K2Cr2O7
menggunakan neraca analitik
-
Dirangkai alat
refluks
-
Dimasukkan 5gr K2Cr2O7
ke dalam labu alas datar
-
Ditambahkan
100mL aquadest kedalam labu alas datar
-
Dihomogenkan
dengan magnetic stirer selama 15 menit
-
Dimasukkan 25mL
etanol 95% ke dalam beaker glass
-
Ditambahkan 15
mL H2SO4(p) secara perlahan lahan melalui didnding beaker
glass
-
Dihomogenkan
campuran dan didinginkan dengan es batu
-
Dimatikan stirer
-
Ditambahkan
campuran tadi ke dalam labu alas datar melalui dindingnya
-
Dinyalakan
stirer dan direfluks selama 20 menit
-
Dirangkai alat
destilasi
-
Didestilasi
campuran K2Cr2O7 tambah etanol dan H2SO4
selama 1 jam 15 menit dengan suhu 60 – 800C
-
Dihitung volume
destilat yang diperoleh
-
Dinetralkan
destilat dengan larutan Na2CO3 0,1M
3.2.2 Uji Fehling
AB
-
Diambil 5 tetes destilat
-
Dimasukkan
kedalam tabung reaksi
-
Ditambah 5 tetes
fehling A dan 5 tetes fehling B
-
Dipanaskan
-
Diamati hasil
yang diperoleh
3.2.3 Uji Tollens
-
Diambil 5 tetes destilat
-
Dimasukkan ke
dalam tabung reaksi
-
Ditambahkan 5
tetes AgNO3 dan 5 tetes NH4OH
-
Dipanaskan
-
Diamati hasil
yang diperoleh
3.3 Flowsheet
3.3.1 Pembuatan
Asetaldehid
3.3.2 Uji
Fehling AB
3.3.3 Uji dengan
pereaksi Tollens
BAB 4
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.Pembuatan
Asetaldehid
-
Ditimbang
5gr K2Cr2O7 menggunakan neraca analitik
-
Dirangkai
alat refluks
-
Dimasukkan
5gr K2Cr2O7 ke dalam labu alas datar
-
Ditambahkan
100mL aquadest kedalam labu alas datar
-
Dihomogenkan
dengan magnetic stirer selama 15 menit
-
Dimasukkan
25mL etanol 95% ke dalam beaker glass
-
Ditambahkan
15 mL H2SO4(p) secara perlahan lahan melalui didnding
beaker glass
-
Dihomogenkan
campuran dan didinginkan dengan es batu
-
Dimatikan
stirer
-
Ditambahkan
campuran tadi ke dalam labu alas datar melalui dindingnya
-
Dinyalakan
stirer dan direfluks selama 20 menit
-
Dirangkai
alat destilasi
-
Didestilasi
campuran K2Cr2O7 tambah etanol dan H2SO4
selama 1 jam 15 menit dengan suhu 60 – 800C
-
Dihitung
volume destilat yang diperoleh
-
Dinetralkan
destilat dengan larutan Na2CO3 0,1M
3.2.2 Uji
Fehling AB
-
Diambil 5
tetes destilat
-
Dimasukkan
kedalam tabung reaksi
-
Ditambah
5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B
-
Dipanaskan
-
Diamati
hasil yang diperoleh
3.2.3 Uji
Tollens
-
Diambil 5
tetes destilat
-
Dimasukkan
ke dalam tabung reaksi
-
Ditambahkan
5 tetes AgNO3 dan 5 tetes NH4OH
-
Dipanaskan
-
Diamati hasil
yang diperoleh
|
-
Berwarna
orange
-
Larutan K2Cr2O7
berwarna orange
-
Larutan
bening
-
Larutan
coklat kehitaman (K2Cr2O7 dioksidasi menjadi
Cr3+)
-
Larutan
menjadi hijau toska
-
Berwarna
bening volume 6mL
-
Sebanyak
6mL
-
Larutan
berwarna bening
-
Fehling
bening
-
Terbentuk
endapan merah bata
-
Larutan
bening
-
Larutan
bening
-
Terbentuk
endapan cermin perak
|
4.2Reaksi-reaksi
4.2.1 Fehling A + Fehling B
4.2.3 Tollens
AgNO3 + 2 NH4OH ® Ag(NH3)2
OH + H2O + NO3- + H+
Tollens
4.2.3Asetaldehida
+ Tollens
4.2.4 Asetaldehid + Fehling AB
4.2.5
½ Reaksi K2Cr2O7
+ etanol
Reduksi: Cr2O7 → 2
Cr3+
Cr2O7 → 2
Cr3+ + 7 H2O
Cr2O7 + 14
H+ → 2 Cr3+ + 7
H2O
Cr2O7 + 14
H+ + 6 e- → 2
Cr3+ + 7 H2O
Oksidasi: C2H5OH →
C2H3OH
C2H5OH →
C2H3OH
+ 2 H+
C2H5OH
→ C2H3OH + 2
H+ + 2 e-
Reduksi :Cr2O72- + 14H+
+ 6e ® 2Cr3+ + 7H2O x1
Oksidasi :
C2H5OH
®
C2H3OH + 2H+ +2e x3
Oksidasi :
3 C2H5OH ® 3 C2H3OH + 6 H+ + 6 e-
Reduksi : Cr2O72-
+ 14 H+ + 6 e- ® 2 Cr3+ + 7 H2O
Redoks :
3 C2H5OH + Cr2O7 + 8H+ ® 3 C2H3OH + 2 Cr3+
+ 7 H2O
Reaksi lengkap : 3 C2H5OH + K2Cr2O7
+ 4 H+
+ 6e ®
3 CH3COH + 2Cr3+ + 7 H2O + 2K+
4.3 Pembahasan
Pada
percobaan pembuatan asetaldehid ini digunakan metode oksidasi parsial alkohol
primer yaitu etanol dengan oksidator K2Cr2O7
dengan katalis H2SO4. Pertama-tama ditimbang K2Cr2O7
sebanyak 5 gram lalu ditambahkan H2O 100 mL. Lalu diaduk hingga homogen,
larutan berwarna orange. Lalu larutan dimasukkan
ke dalam labu alas datar dan ditambahkan magnetic stirer. Magnetic stirer ini
berfungsi sebagai meghomogenkan larutan secara sempurna dan juga sebagai
pemerata panas didalam labu ketika dipanaskan sehingga tidak jadi ledakan. Lalu
larutan dipanaskan dengan cara direfluks selama 15 menit hingga homogen.setelah
larutan dingin, ditambahkan bersama – sama etanol 95% 25ml dan H2SO4(p)
15mL yang sebelumnya diukur secara terpisah di dalam beaker glass. Penambahan
etanol dan H2SO4(p) ini dilakukan melalui dinding labu
destilasi agar tidak merusak campuran
karena reaksi dengan H2SO4(p) bersifat eksoterm. Kemudian
campuran berubah warna menjadi hijau toska karena K2Cr2O7
teroksidasi menjadi Cr3+ sehingga menjadi hijau toska . Lalu
dirangkai alat destilasi dan campuran didestilasi pada suhu 60-70oC
selama 1 jam 15 menit. Dilakukan destilasi karena berdasarkan titik didih dari
asetaldehid yaitu 20,20C. didestilasi pada suhu 60 – 800C,
karena merupakan suhu optimum untuk reaksi oksidasi – reduksi seperti ini. Lalu
setelah 1 jam 15 menit didestilasi dihentikan dan diperoleh destilat sebanyak
6mL berwarna bening dengan bau yang menyengat. Lalau destilat yang diperoleh
ditambahkan CO3setetes demi setetes hingga diperoleh destilat dengan
pH=7 yang diukur dengan pH universal. Fungsi Na2CO3 pada
percobaan adalah sebagai garam yang bersifat basa dan menetralkan destilat yang
bersifat asam, merupakan basa lemah sehingga banyak mengandung air, Na2CO3
jika direaksikan akan menghasilkan reaksi CO2 dan H2O
yang artinya kadar airnya tidak terlalu banyak. Akibatnya penambahan H2SO4
sehingga pH destilat menjadi netral. Setelah itu, untuk mengetahui apakah
destilat yang diperoleh adalah asetaldehid diuji dengan menggunakan fehling AB
dan tollens. Diambil 5 tetes destilat lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi,
ditambahkan 5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B lalu dipanaskan. Demikian
pula pada pereaksi tollens. 5 tetes destilat ditambahkan 5 tetes AgNO3
dan 5 tetes NH4OH lalu dipanaskan. Pada pereaksi fehling AB
terbentuk endapan merah bata dan pereaksi tollens terbentuk endapan cermin
perak. Hal ini menunjukkan bahwa destilat yang diperoleh adalah asetaldehid.
H2SO4(p)
dan etanol 95% dicampurkan bersama agar pada reaksi redoks terjadi dalam
suasan asam dan H2SO4 dapat mempercepat proses oksidasi
pada etanol.
Faktor
kesalahan :
-
Kurang lamanya
waktu destilat, sehingga destilat yang dapat kurang murni
-
Pengukuran
volume yang kurang baik sehingga mempengaruhi hasil akhir
-
Pada saat
destilasi dengan suhu 60 – 700C tidak dijaga sehingga larutan
memberikan reaksi dengan tekanan pada sekitar labu alas.
Sifat fisik
dan kimia asetaldehid yaitu:
-
Memiliki rumus
molekul CH2HO
-
Cair dan bening
-
Bersifat polar
-
Mudah
teroksidasi menjadi asam karboksilat
-
Tidak membentuk
muatan hidrogen
-
Mudah direduksi
menjadi alkohol primer dan sekunder
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
Volume destilat
yang diperoleh dalam percobaan ini adalah 6mL karakteristik destilat yang
terbentuk yaitu berwarna bening dengan bau menyengat.
-
Fungsi Na2CO3
pada percobaan adalah sebagai garam yang bersifat basa dan menetralkan destilat
yang bersifat asam akibat penambahan H2SO4 sehingga pH
destilat menjadi netral.
-
Destilat yamg
diperoleh adalah senyawa asetaldehid karena bereaksi positif dengan pereaksi
fehling AB dengan terbentuk endapan merah bata dan bereaksi positif dengan
pereaksi tollens dengan terbentuk endapan cermin perak.
5.2 Saran
Sebaiknya digunakan juga alkohol
primer lainnya contohnya metanol agar dapat dibandingkan hasilnya dengan
menggunakan etanol dalam percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Besari, Ismail.
1982. Kimia Organik untuk Universitas.
Bandung : Armico.
Bresnick, S.
2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta
: Hipokrates.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta
: Erlangga.
Respati, IR.
1986. Pengantar Kimia Organik Jilid I.
Jakarta : Aksara Baru.
Asetaldelhid itu sejenis alkohol atau lemak?
BalasHapusflowseetnya kok gak ada?
BalasHapusflowsheetnya mana ya
BalasHapus