Kamis, 30 Mei 2013

Laporan Pembuatan Asetaldehid



 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Lebih dari sejuta senyawa terdiri dari gabungan karbon dengan hidrogen, oksigen, nitrogen atau beberapa unsur tertentu. Keseluruhan senyawa tersebut merupakan bagian dari kimia organik. Unsur karbon sangat istimewa karena memiliki kemampuan untuk mengadakan ikatan kovalen yang kuat dengan sesamanya. Atom-atom karbon dapat membentuk rantai lurus, bercabang atau berbentuk cincin. Kemungkinan penyusunan ikatan yang tak terbatas dengan atom lain oleh atom karbon, menyebabkan tingginya keanekaragaman senyawa tersebut.
Aldehid merupakan salah satu dari sekian banyak contoh kelompok senyawa yang mengandung gugus karbonil. Aldehid itu sendiri merupakan salah satu senyawa yang mengandung gugus karbonil (-CO-) dimana satu tangan mengikat gugus alkil dan tangan lain mengikat atom hidrogen. Struktur umum aldehid  yaitu R-CHO.
Aldehid merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam sistem makhluk hidup. Seperti gula ribosa merupakan contoh dari aldehid. Selain itu, aldehid juga menyumbangkan manfaat yang cukup besar dalam kehidupan. Salah satu contohnya adalah metanal. Metanal merupakan nama lain dari formaldehida atau dikenal dengan sebutan formalin. Larutan formaldehida 40% digunakan sebagai antiseptik. Oleh karena itu, pentingnya diadakan percobaan ini adalah dapat mengetahui dan memahami proses pembuatan senyawa aldehid yaitu asetaldehid dengan mengoksidasi parsial sebuah alkohol primer dengan oksidator K2Cr2O7 dan bantuan katalis asam, serta dilakukan uji fehling AB dan tollens.

1.2  Tujuan Percobaan
-        Mengetahui volume dan karakteristik destilat yang diperoleh
-        Mengetahui fungsi penambahan Na2CO3 pada destilat yang diperoleh
-        Mengetahui apakah destilat yang diperoleh dari destilat adalah asetaldehid atau bukan

1.3  Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini adalah pembuatan senyawa asetaldehid dari oksidasi parsial alkohol primer yaitu etanol dengan oksidator K2Cr2O7 dan bantuan katalis asam yaitu H2SO4. Dimana dalam proses pemisahannya dari campuran digunakan metode destilasi pada suhu 60-70oC hingga diperoleh destilat. Lalu destilat yang diperoleh dinetralkan dengan Na2CO3 hingga pH=7. Setelah netral destilat diuji dengan pereaksi fehling AB dan pereaksi tollens untuk membuktikan apakah destilat yang terbentuk  adalah asetaldehid atau bukan yang ditandai adanya endapan merah bata pada pereaksi fehling AB dan endapan cermin perak pada pereaksi tollens.


















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa-senyawa karbonil mempunyai banyak kesamaan dalam sifat dan reaksi senyawa berdasarkan kesamaan sifat kimia yang dimilikinya. Berdasarkan gugus karbonilnya, serta perbedaan struktur antar molekul, kita dapat mengetahui persamaan, perbedaan serta reaksi-reaksi yang terjadi pada senyawa aldehida dan keton. (Bresnick. 2003).
Aldehida dan  keton adalah suatu senyawa yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Keduanya dapat diperoleh dari oksidasi alkohol, aldehida dari alkohol primer sedangkan keton dan alkohol sekunder. Rumus struktur :

Aldehida dan keton mempunyai atom karbon yang membentuk ikatan rangkap dua (-C=O) disebut gugus karbonil. Maka kedua senyawa tersebut hampir memiliki sifat yang sama. (Besari. 1982)
Pada kondisi yang lemah, alkohol  mungkin diubah menjadi aldehid dan keton.


          Senyawa karbonil mempunyai ikatan –π dan ikatan π yang terbentuk antara karbon dan oksigen. Sifat kimia senyawa ini ditentukan oleh strukturnya dan oleh dipol yang terbentuk antara oksigen yang elektronegatif dan karbon sp2 yang positif sebagian. Perlu dicatat bahwa karbon karbonil bersifat elektrofilik sedangkan oksigen karbonil bersifat nukleofilik.(Bresnick,2003)
Sebagian besar reaksi senyawa karbonil melibatkan serangan nukleofilik pada karbon elektrofil gugus karbonil. Hasil serangan nukleofilik tersebut tergantung pada jenis senyawa karbonil yang terlibat (dengan atau tanpa gugus pergi yang baik).(Bresnick,2003)
Atom karbon karbonil merupakan hibrida sp2 sehingga struktur gugus ini berbentuk datar dengan sudut ikatan sebesar 120o. Keadaan karbon karbonil yang elektrofilik menjelaskan bahwa bentuk resonansi dan gugus karbonil memiliki karbon yang  bermuatan positif sehingga karbon tersebut mudah terkena serangan nukleofilik. (Bresnick,2003)
Senyawa-senyawa karbonil memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada senyawa alkana bersesuaian. Perbedaan ini berhubungan dengan adanya kuatnya interaksi dipol-dipol antar molekul pada gugus karbonil. Keton tidak memilki ikatan hidrogen intermolekuler karena tidak adanya hidrogen yang berikatan dengan oksigen. Dengan demikian, keton memiliki titik didih serta titik cair yang lebih rendah  daripada alkohol bersesuaian. (Bresnick,2003)
Asam karboksilat memiliki ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen tersebut harus diputuskan terlebih dahulu untuk mencapai titik didih. Jadi, asam karboksilat mempunyai titik didih dan titik cair yang lebih tinggi daripada aldehida atau keton yang bersesuaian. Disamping itu, akibat interaksi dipol-dipol yang kuat, asam karboksilat mempunyai titik didih dan titik cair yang lebih tinggi daripada alkohol dengan panjang rantai yang sama. (Bresnick. 2003).
Tata Nama Aldehida
-        Rantai C terpanjang yang merupakan nama alkanalnya harus mencakup atom C gugus aldehida.
-        Penomoran rantai panjang selalu dimulai dari  atom C gugus aldehida.
Aldehida dinamakan menurut nama asam yang  mempunyai jumlah atom C sama dengan menggantikan akhiran “at” dengan “asetaldehida” atau dengan memberikan akhiran “al” pada nama alkana yang  mempunyai jumlah atom C sama. Sebagai contoh :






Tata Nama Alkanon / Gugus Keton
-        Rantai nama terpanjang yang merupakan nama alkanonnya harus merupakan atom C gugus karbonil.
-        Atom C gugus karbonil harus memiliki nomor serendah mungkin.
Keton diberi nama menurut nama gugus-gugus alkilnya dengan menambah kata “keton” atau memberi akhiran “on” pada alkan yang jumlah atom C nya sama.
Gugus fungsi dalam senyawa aldehid dan keton adalah gugus karbonil, C=O. Pada aldehida sedikitnya satu atom hidrogen terikat pada karbon dalam gugus karbonil. Pada keton, atom karbon terikat pada dua gugs hidrokarbon dan gugus karbonilnya. (Respati. 1986).
Aldehida yang paling sederhana, formaldehida ( H2-C=O)  mempunyai kecenderungan untuk berpolimerisasi, yaitu setiap molekul bergabung satu  sama lain untuk membentuk senyawa dengan massa molar yang tinggi. Reaksi ini melepaskan banyak kalor dan seringkali meledak, sehingga formaldehida biasanya dibuat dan disimpan dalam larutan air (untuk mengurangi konsentrasi). Cairan yang baunya tidak enak ini digunakan sebagai bahan dasar dalam industri polimer dan di laboratorium sebagai bahan pengawet untuk contoh binatang yang menarik. Aldehida yang massa molarnya tinggi,, seperti aldehida sinamat mempunyaibau yang menyenangkan dan digunakan dalam  pembuatan parfum.
Formaldehida, dibuat secara besar-besaran melalui oksidasi metanol
Produksi dunia mendekati 2 juta ton/tahun. Sekalipun berbentuk gas (td = 21oC), formaldehida tidak dapat disimpan dalam bentuk bebasnya, karena senyawa ini mudah berpolimerisasi. Formaldehida sering dibuat dalam larutan 37% yang disebut formalin. Larutan ini berguna sebagai desinfektan dan pengawet. Namun kebanyakan formaldehida dimanfaatkan dalam industri plastik formaldehida dicurigai sebagai karsinogen, sehingga penangananya harus hati-hati.(chang,2005)
Asetaldehid juga dibuat melalui oksidasi etanol.  Hampir setengah dari produksi tahunannya sebanyak 2 juta ton, dioksidasi menjadi asam asetat. Sisanya digunakan untuk membuat 1-butanol dan bahan kimia lain. (chang,2005)
Asetaldehid mendidih mendekati suhu 20oC.  Dulu, asetaldehid dibuat melalui hidrasi asetilena, sekarang umumnya diproduksi melalui proses Wacker, yag melibatkan oksidasi  selektif pada etilena dengan katalis paladium-tembaga.
Reaksi oksidasi digunakan untuk membedakan aldehid dan keton. Aldehida mudah sekali dioksidasi sedang keton tahan terhadap oksidator. Aldehida mudah dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah misalnya larutan Ag-amoniakan  (reaksi cermin perak) dan dengan reagen fehling. (chang,2005)


BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
-        Gelas ukur
-        Hot plate
-        Neraca analitik
-        Spatula
-        Labu alas datar
-        Statif
-        klem
-        batang pengaduk
-        Magnetic stirer
-        Beaker glass
-        Selang
-        Ember
-        Pompa aquarium
-        Pipet tetes
-        Wadah gelas
-        Termometer
-        Erlenmeyer
-        Tabung reaksi
-        Kondesor bola
-        Corong penutup
-        Pendingin Liebig
-        Corong kaca
-        Heat mantle
-        Penjepit tabung
-        Panci
-        Sumbat gabus
-        Pipa CaCl2
3.1.2 Bahan-bahan
-        K2Cr2O7
-        Etanol 95%
-        H2SO4 (P)
-        Na2CO3
-        pH universal
-        fehling A + B
-        AgNO3
-        NH4OH
-        Aquadest
-        Es batu
-        Sumbat karet
-        Sumbat kaca
-        Kertas label
-        Sumbat gabus
-        Vaselin
-        Karet
-        Tisue
-        Plastik
-        Garam
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Pembuatan Asetaldehid
-        Ditimbang 5gr K2Cr2O7 menggunakan neraca analitik
-        Dirangkai alat refluks
-        Dimasukkan 5gr K2Cr2O7 ke dalam labu alas datar
-        Ditambahkan 100mL aquadest kedalam labu alas datar
-        Dihomogenkan dengan magnetic stirer selama 15 menit
-        Dimasukkan 25mL etanol 95% ke dalam beaker glass
-        Ditambahkan 15 mL H2SO4(p) secara perlahan lahan melalui didnding beaker glass
-        Dihomogenkan campuran dan didinginkan dengan es batu
-        Dimatikan stirer
-        Ditambahkan campuran tadi ke dalam labu alas datar melalui dindingnya
-        Dinyalakan stirer dan direfluks selama 20 menit
-        Dirangkai alat destilasi
-        Didestilasi campuran K2Cr2O7 tambah etanol dan H2SO4 selama 1 jam 15 menit dengan suhu 60 – 800C
-        Dihitung volume destilat yang diperoleh
-        Dinetralkan destilat dengan larutan Na2CO3 0,1M
3.2.2 Uji Fehling AB
-        Diambil 5 tetes destilat
-        Dimasukkan kedalam tabung reaksi
-        Ditambah 5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B
-        Dipanaskan
-        Diamati hasil yang diperoleh
3.2.3 Uji Tollens
-        Diambil 5 tetes destilat
-        Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
-        Ditambahkan 5 tetes AgNO3 dan 5 tetes NH4OH
-        Dipanaskan
-        Diamati hasil yang diperoleh






3.3 Flowsheet
3.3.1 Pembuatan Asetaldehid





3.3.2 Uji Fehling  AB















3.3.3 Uji dengan pereaksi Tollens













BAB 4
HASIL  DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan
Pengamatan
1.Pembuatan Asetaldehid
-        Ditimbang 5gr K2Cr2O7 menggunakan neraca analitik
-        Dirangkai alat refluks
-        Dimasukkan 5gr K2Cr2O7 ke dalam labu alas datar
-        Ditambahkan 100mL aquadest kedalam labu alas datar
-        Dihomogenkan dengan magnetic stirer selama 15 menit
-        Dimasukkan 25mL etanol 95% ke dalam beaker glass
-        Ditambahkan 15 mL H2SO4(p) secara perlahan lahan melalui didnding beaker glass
-        Dihomogenkan campuran dan didinginkan dengan es batu
-        Dimatikan stirer
-        Ditambahkan campuran tadi ke dalam labu alas datar melalui dindingnya
-        Dinyalakan stirer dan direfluks selama 20 menit
-        Dirangkai alat destilasi
-        Didestilasi campuran K2Cr2O7 tambah etanol dan H2SO4 selama 1 jam 15 menit dengan suhu 60 – 800C
-        Dihitung volume destilat yang diperoleh
-        Dinetralkan destilat dengan larutan Na2CO3 0,1M
3.2.2 Uji Fehling AB
-        Diambil 5 tetes destilat
-        Dimasukkan kedalam tabung reaksi
-        Ditambah 5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B
-        Dipanaskan
-        Diamati hasil yang diperoleh

3.2.3 Uji Tollens
-        Diambil 5 tetes destilat
-        Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
-        Ditambahkan 5 tetes AgNO3 dan 5 tetes NH4OH
-        Dipanaskan
-        Diamati hasil yang diperoleh



-        Berwarna orange


-        Larutan K2Cr2O7 berwarna orange





-        Larutan bening







-        Larutan coklat kehitaman (K2Cr2O7 dioksidasi menjadi Cr3+)
-        Larutan menjadi hijau toska






-        Berwarna bening volume 6mL
-        Sebanyak 6mL


-        Larutan berwarna bening


-        Fehling bening


-        Terbentuk endapan merah bata

-        Larutan bening


-        Larutan bening


-        Terbentuk endapan cermin perak



4.2Reaksi-reaksi
4.2.1 Fehling A + Fehling B

4.2.3 Tollens
AgNO3 + 2 NH4OH ®  Ag(NH3)2 OH + H2O + NO3- + H+
    Tollens


4.2.3Asetaldehida + Tollens



4.2.4 Asetaldehid + Fehling AB

4.2.5 ½ Reaksi K2Cr2O7   +   etanol
Reduksi: Cr2O7              2 Cr3+
 Cr2O7              2 Cr3+ + 7 H2O
 Cr2O7   +  14 H+     2 Cr3+   +   7 H2O
 Cr2O7   +  14 H+  +  6 e-     2 Cr3+   +   7 H2O
Oksidasi: C2H5OH            C2H3OH  
               C2H5OH            C2H3OH   +   2 H+  
               C2H5OH            C2H3OH   +   2 H+   +   2 e-
Reduksi                 :Cr2O72- + 14H+ + 6e   ® 2Cr3+ + 7H2O                     x1
Oksidasi                : C2H5OH                 ® C2H3OH + 2H+ +2e           x3
Oksidasi                : 3 C2H5OH     ® 3 C2H3OH + 6 H+ + 6 e-
Reduksi                 : Cr2O72- + 14 H+   +  6 e- ® 2 Cr3+ + 7 H2O
Redoks         :  3 C2H5OH + Cr2O7 +  8H+ ® 3 C2H3OH + 2 Cr3+ +  7 H2O
Reaksi lengkap      : 3 C2H5OH + K2Cr2O7 + 4 H+ + 6e ® 3 CH3COH +           2Cr3+ + 7 H2O + 2K+

4.3 Pembahasan       
Pada percobaan pembuatan asetaldehid ini digunakan metode oksidasi parsial alkohol primer yaitu etanol dengan oksidator K2Cr2O7 dengan katalis H2SO4. Pertama-tama ditimbang K2Cr2O7 sebanyak 5 gram lalu ditambahkan H2O 100 mL. Lalu diaduk hingga homogen, larutan berwarna orange. Lalu  larutan dimasukkan ke dalam labu alas datar dan ditambahkan magnetic stirer. Magnetic stirer ini berfungsi sebagai meghomogenkan larutan secara sempurna dan juga sebagai pemerata panas didalam labu ketika dipanaskan sehingga tidak jadi ledakan. Lalu larutan dipanaskan dengan cara direfluks selama 15 menit hingga homogen.setelah larutan dingin, ditambahkan bersama – sama etanol 95% 25ml dan H2SO4(p) 15mL yang sebelumnya diukur secara terpisah di dalam beaker glass. Penambahan etanol dan H2SO4(p) ini dilakukan melalui dinding labu destilasi agar tidak  merusak campuran karena reaksi dengan H2SO4(p) bersifat eksoterm. Kemudian campuran berubah warna menjadi hijau toska karena K2Cr2O7 teroksidasi menjadi Cr3+ sehingga menjadi hijau toska . Lalu dirangkai alat destilasi dan campuran didestilasi pada suhu 60-70oC selama 1 jam 15 menit. Dilakukan destilasi karena berdasarkan titik didih dari asetaldehid yaitu 20,20C. didestilasi pada suhu 60 – 800C, karena merupakan suhu optimum untuk reaksi oksidasi – reduksi seperti ini. Lalu setelah 1 jam 15 menit didestilasi dihentikan dan diperoleh destilat sebanyak 6mL berwarna bening dengan bau yang menyengat. Lalau destilat yang diperoleh ditambahkan CO3setetes demi setetes hingga diperoleh destilat dengan pH=7 yang diukur dengan pH universal. Fungsi Na2CO3 pada percobaan adalah sebagai garam yang bersifat basa dan menetralkan destilat yang bersifat asam, merupakan basa lemah sehingga banyak mengandung air, Na2CO3 jika direaksikan akan menghasilkan reaksi CO2 dan H2O yang artinya kadar airnya tidak terlalu banyak. Akibatnya penambahan H2SO4 sehingga pH destilat menjadi netral. Setelah itu, untuk mengetahui apakah destilat yang diperoleh adalah asetaldehid diuji dengan menggunakan fehling AB dan tollens. Diambil 5 tetes destilat lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 tetes fehling A dan 5 tetes fehling B lalu dipanaskan. Demikian pula pada pereaksi tollens. 5 tetes destilat ditambahkan 5 tetes AgNO3 dan 5 tetes NH4OH lalu dipanaskan. Pada pereaksi fehling AB terbentuk endapan merah bata dan pereaksi tollens terbentuk endapan cermin perak. Hal ini menunjukkan bahwa destilat yang diperoleh adalah asetaldehid.
H2SO4(p) dan etanol 95% dicampurkan bersama agar pada reaksi redoks terjadi dalam suasan asam dan H2SO4 dapat mempercepat proses oksidasi pada etanol.
Faktor kesalahan :
-          Kurang lamanya waktu destilat, sehingga destilat yang dapat kurang murni
-          Pengukuran volume yang kurang baik sehingga mempengaruhi hasil akhir
-          Pada saat destilasi dengan suhu 60 – 700C tidak dijaga sehingga larutan memberikan reaksi dengan tekanan pada sekitar labu alas.
Sifat fisik dan kimia asetaldehid yaitu:
-          Memiliki rumus molekul CH2HO
-          Cair dan bening
-          Bersifat polar
-          Mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat
-          Tidak membentuk muatan hidrogen
-          Mudah direduksi menjadi alkohol primer dan sekunder








BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
-        Volume destilat yang diperoleh dalam percobaan ini adalah 6mL karakteristik destilat yang terbentuk yaitu berwarna bening dengan bau menyengat.
-        Fungsi Na2CO3 pada percobaan adalah sebagai garam yang bersifat basa dan menetralkan destilat yang bersifat asam akibat penambahan H2SO4 sehingga pH destilat menjadi netral.
-        Destilat yamg diperoleh adalah senyawa asetaldehid karena bereaksi positif dengan pereaksi fehling AB dengan terbentuk endapan merah bata dan bereaksi positif dengan pereaksi tollens dengan terbentuk endapan cermin perak.
5.2 Saran
            Sebaiknya digunakan juga alkohol primer lainnya contohnya metanol agar dapat dibandingkan hasilnya dengan menggunakan etanol dalam percobaan ini.













DAFTAR PUSTAKA

Besari, Ismail. 1982. Kimia Organik untuk Universitas. Bandung : Armico.
Bresnick, S. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta : Hipokrates.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Respati, IR. 1986. Pengantar Kimia Organik Jilid I. Jakarta : Aksara Baru.













3 komentar: